UK-SERP 2017: Japan, Here I Come! #1

Hello !

Kalau belum ada yang tau, aku ini Mahasiswa Arsitektur di Universitas Pendidikan Indonesia. Hah? Emang UPI ada Prodi Arsitektur? Jawabannya, ADA! Sedikit ulasan, UPI juga punya program studi ke-teknik-an seperti Arsitektur, Sipil, Elektro, dan Mesin. Kuliah di UPI jadi guru dong? Nope. Di UPI sendiri ada jurusan pendidikan dan non-pendidikan. Dan aku sendiri milih program studi Arsitektur (dulunya Teknik Arsitektur). Sampai di sini dulu penjelasannya. Nah, yang sekarang mau dibahas adalah program UK-SERP 2017 yang baru aku ikuti bulan Februari 2018 kemarin.

Apa itu UK-SERP?
UK-SERP merupakan kepanjangan dari The University of Kitakyushu - Student Exchange Research Program. Yap, bukan United Kingdom ya. The University of Kitakyusu sendiri berada di Kitakyushu, Fukuoka Prefecture, Jepang. Disana terdapat program studi ke-teknik-an salah satunya Arsitektur. UK-SERP ini diadakan oleh Asian Institute of Low Carbon Design (AILCD) setiap tahunnya dan melibatkan beberapa negara di Asia seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, China, dan Jepang sendiri. Terdapat dua program  yang diadakan UK-SERP yaitu Reaserch Program yang berlangsung selama 6 bulan, dan International Conference and Workshop selama 2 minggu. Untuk program 2 minggu yang aku ikuti dilaksanakan pada 15 Februari 2018-1 Maret 2018. Jangan minder dengan berapa biaya yang harus dikeluarkan, karena ini program scholarship tentunya peserta mendapat beasiswa yang sepadan untuk hidup di Jepang.
Kenapa 2017 sedangkan program berlangsung pada bulan 2018?
Jawabannya sederhana. Pada program pembelajaran di Jepang, tahun ajaran baru dimulai pada bulan April sehingga program ini masih berada pada tahun ajaran 2017 meski berlangsung pada tahun 2018. Intinya sih, ini bukan typo dan jangan terlalu diambil pusing ya!

Gimana kok bisa ikut UK-SERP  ke Jepang?
Memang ada hubungan relasi antara program studi Arsitektur UPI dengan The University of Kitakyushu. Jadi selalu ada penerimaan untuk student exchange setiap tahun baik untuk program 6 bulan maupun 2 minggu. Untuk aku sendiri, aku daftar program 2 minggu karena memang aku sangat berminat ikutan program exchange dan alhamdulillah diterima. Pas tahu aku bakal ikut program ini ke Jepang, pastinya amat sangat senang dan tidak percaya. Kayak mimpi jadi kenyataan, I finally going abroad! Tanpa ba-bi-bu aku dan 2 teman lainnya, Avi dan Sarah, langsung melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan seperti formulir registrasi, transkip nilai, passport, tiket dan visa. Kami juga harus membuat paper untuk mengikuti International Conference.

Setelah melengkapi formulir, mengkonversi nilai IPK ke GPA sesuai dengan standar nilai Jepang dan sembari melengkapi paper, kami mengurus visa dan tiket. Sempat kebingungan mencari tiket pesawat karena harganya selangit. Kami bolak-balik memantau situs travel untuk mendapatkan harga tiket yang terjangkau. Hingga akhirnya kami memesan tiket pesawat menggunakan maskapai Garuda Indonesia dengan harga yang lumayan. Untuk satu kali jalan, mengeluarkan biaya kurang lebih 3juta untuk perjalanan Jakarta-Osaka. Total kurang lebih 6 juta (bikin nangis tapi memang kisaran harga tiket ke Jepang sekitar segitu). Kami pergi bersama 2 orang teman dari ITB, Kak Ina dan Kak Asep.

Setelah membeli tiket via website resmi Garuda Indonesia, saatnya kami mengurus visa. Untuk orang awam seperti saya, awalnya tidak mengerti visa itu apa. Ternyata visa itu sangat penting bagi kita yang ingin berpergian ke luar negeri agar tidak jadi imigran gelap hehe, semacam legalitas kalian untuk berpergian ke negara tertentu (cmiiw). Karena kami di Bandung, jadi kami menggunakan jasa HIS untuk mengurus visa kami ke kedutaan. Setelah semua beres barulah kami mempersiapkan diri untuk hidup di Jepang. Biaya yang dikeluarkan untuk jasa visa melalui HIS sebesar kurang lebih Rp600.000. Kami juga menyewa modem untuk dipakai bersama sehingga mengeluarkan biaya tambahan masing-masingnya sekitar Rp390.000

Beberapa sharing dilakukan dengan dosen pembimbing, kakak tingkat yang pernah mengikuti program yang sama sebelumnya, hingga kenalan yang pernah ke Jepang. Dibantu oleh Ibunda tercinta aku pun packing barang-barang yang diperlukan muat pada satu koper besar dan satu ransel. Karena aku ke sana untuk keperluan Workshop, bukan liburan, jadi aku tidak bawa baju banyak. Meski di Jepang sedang musim dingin. Katanya sih sudah lebih hangat dari bulan Januari. Jadi baju yang aku bawa hanya baju biasa seperti yang aku pakai kalau Bandung sedang dingin. Aku pikir aku tidak mudah merasa kedinginan di tempat-tempat dingin. So, winter in Japan shouldn't bother me much, right?

Dengan kekuatan niat dan persiapan seadanya, aku pun berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta jam 3 sore. Kami berangkat pada tanggal 12 Februari 2018. Disana aku berkumpul dengan yang lain dan bersiap untuk masuk pesawat. Ini keempat kalinya aku naik pesawat dan sampai sekarang masih ketagihan hehe. Jadi senang banget deh kalau berpergian jauh. Lanjut, kami take off jam 5 sore. Lalu kami harus transit ke Bandara Ngurah Rai, Bali setelah 2 jam untuk pindah pesawat dan melanjutkan ke Osaka. Sampai di Bali sekitar jam 10 malam dan melanjutkan perjalanan jam 12 malam. Kami harus menghabiskan waktu 6 jam perjalanan di dalam pesawat. Yang aku lakukan selama perjalanan hanyalah menonton film haha. Sisanya aku tidur karena memang sudah malam.
Setelah 6 jam perjalanan, kami pun sampai di Jepang! Kami sampai pada esok harinya tanggal 13 Februari pada jam 9 pagi. Untuk perbedaan waktu sendiri, Jepang memiliki perbedaan waktu 2 jam lebih telat dari Indonesia. Pertama, kami ke imigrasi untuk isi formulir lalu mengambil koper. Saat tiba disana, suhu mencapai 12 derajat jadi aku tidak merasa terlalu dingin hanya cukup menggunakan jaket. Karena aku, Avi dan Sarah masih awam dan tidak tahu menahu soal Jepang, kami hanya bisa senang-senang tanpa tahu perjalanan masih panjaaaang karena kami baru tiba di Osaka, sedangkan kami harus ke Kitakyushu, sebuah kota kecil di Fukuoka Prefecture. Kitakyushu berada di Pulau Kyushu. Yap, beda pulau dari Osaka! Jadi kami bertiga hanya bisa mengikuti Kak Ina dan Kak Asep. Dari Kansai International Airport, kami menaiki kereta untuk menuju stasiun Shin-Osaka. Stasiun di Jepang merupakan salah satu tempat berkumpul, karena kereta menjadi transportasi utama di sana. Oleh karena itu, setiap stasiun di Jepang didesain senyaman mungkin dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Intinya sih, stasiun di Jepang hampir setara dengan Mall! Semua kebutuhan ada di sini.
Ternyata di Shin-Osaka kami menunggu satu orang teman dari ITB yang telah lebih dulu tiba di Jepang, yaitu Kak Leyna (abaikan mukaku yang terlihat seperti orang sakit karena kedinginan). Kak Leyna memang sudah sering ke Jepang dan pengetahuannya mengenai Jepang sudah cukup luas. Jadi aku merasa aman tidak takut tersesat. Karena sudah hampir siang, kami memutuskan untuk makan dulu. Kak Leyna memberitahu tempat yang "aman" untuk kami makan. Aman yang dimaksud yaitu makanan non-pork. Sangat disayangkan karena tidak ada yang bisa menjamin makanan yang akan kami makan di Jepang 100% halal, jadi kami hanya bisa menghindari makanan yang mengandung babi dan daging. Kami makan di salah satu restoran nasi kari. Memang berbeda dengan makanan kari yang dijual di Indonesia tapi aku harus membiasakan ini karena 2 minggu kedepan pasti akan makan makanan yang jauh berbeda dengan Indonesia. Kami makan sambil berbincang-bincang sebelum melanjutkan perjalanan ke Kitakyushu.
Lama kelamaan, aku merasa udara semakin dingin meski sudah memakai jaket. Teman-teman yang lain juga memakai jaket, scraf dan sarung tangan. Anehnya, orang yang berlalu-lalang di stasiun memakai pakaian yang lebih terbuka di udara yang dingin ini! Sedangkan aku makin kedinginan. Tanganku bergetar dan hidungku mulai mengeluarkan lendir, pertanda tubuhku harus menyesuaikan suhu sekitar. Karena tidak kuat dengan dingin aku memutuskan untuk membeli sarung tangan bersama Sarah. Meski masih kedinginan, setidaknya tanganku hangat. Harga sarung tangan disana mencapai ¥1.200 setara dengan Rp 147.600 (kurs saat itu ¥1=Rp 123). Belum apa-apa sudah menghabiskan uang haha, tapi aku rasa tidak apa-apa karena berguna untuk aku pakai 2 minggu kedepan ditambah suhu udara yang lebih dingin dari perkiraan meski suhunya 12 derajat.
Melanjutkan perjalanan ke Kitakyushu, kami menggunakan Shinkansen. Yap, si kereta cepat! Ternyata arti dari Shin-Osaka merupakan stasiun yang dilalui oleh Shinkansen. Aku makin girang dan tidak sabar. Kami menggunakan Shinkansen karena jika menggunakan kereta biasa bisa menghabiskan waktu seharian untuk sampai ke tujuan. Sedangkan dengan Shinkansen kami hanya menghabiskan 2 jam perjalanan dari Shin-Osaka. Tapi untuk mengabiskan 2 jam perjalanan dengan Shinkansen ke Kitakyushu menghabiskan sekitar ¥15.000 yang hampir setara dengan 2juta ha..ha..ha.. (kemudian nangis bombai). Tapi apa daya, kami tidak mungkin menghabiskan waktu seharian di kereta. Pengalaman menggunakan Shinkansen sebenarnya tidak berbeda dengan menaiki kereta seperti pada umumnya, kami juga tidak dapat melihat pemandangan dengan jelas karena kereta berjalan dengan sangat cepat. Tapi kami tetap menikmati perjalanan bersama. Kami melihat ada beberapa tempat yang masih ditutupi salju, karena pada pertengahan bulan Februari, suhu di Jepang telah naik dan salju umumnya sudah mencair. Meski tidak dapat merasakan salju, tapi setidaknya kami sempat melihatnya dari jendela Shinkansen.

2 jam perjalanan tidak terasa dibanding dengan 6 jam perjalanan pesawat. Kami akhirnya tiba di Kitakyushu! Kami tiba di Kokura Station dan langsung menaiki kereta biasa ke Orio Station yang berada di Kitakyushu. Sedikit susah untuk berjalan cepat membawa koper besar di cuaca yang tidak biasa ini, tapi ini pengalaman baru yang menyenangkan untukku. Sesampainya di Orio Station pada pukul 5 sore, kami dijemput oleh kawan-kawan Indonesia yang telah sampai di Kitakyushu. Mereka merupakan pelajar yang mengikuti program UK-SERP 2017 selama 6 bulan. Aku juga bertemu dengan kakak-kakak tingkat dari UPI, Teh Fakhitah dan Teh Roshita. Kami dibimbing mereka untuk sampai ke apartemen menggunakan taksi. Kesan pertama di Kitakyushu memang berbeda dengan Osaka karena Kitakyushu merupakan kota kecil  yang jarang penduduknya jika dibandingkan dengan Osaka.

Tanpa memakan waktu lama, kami akhirnya sampai di sebuah gedung bertingkat dengan cat dominan hitam-merah yang merupakan apartemen kami! Akhirnya, kami sampaaai. Aku, Avi dan Sarah menggunakan kamar yang sama. Kami pun tidak sabar untuk memulai hari kami di Kitakyushu! Perjalanan menuju Kitakyushu sudah selesai. Saatnya mengeksplorasi Kitakyushu dan menyelesaikan kewajiban kami pada program ini.

PS. Semua yang aku tulis berdasarkan pengalaman yang aku alami selama di Jepang, khususnya Kitakyushu. Kalau ada yang berbeda dengan pengalaman teman-teman maka mohon maaf, mungkin aku yang kurang peka terhadap sekitar hehe :D

See you on #2 !

Comments

Post a Comment

Popular Posts